Perkara Yang Membatalkan Shalat dan Syarat-Syarat Wudhu
Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr
Perkara Yang Membatalkan Shalat dan Syarat-Syarat Wudhu adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 22 Sya’ban 1440 H / 28 April 2019 M.
Download kajian sebelumnya: Bacaan Doa Iftitah dan Sunnah-Sunnah Shalat
Status Program Kajian Tentang Pelajaran Penting untuk Umat
Status program Kajian Tentang Bagaimana Menjadi Pembuka Pintu Kebaikan: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap ahad & senin pukul 17.00 - 18.00 WIB.
Kajian Ilmiah Tentang Perkara Yang Membatalkan Shalat dan Syarat-Syarat Wudhu
Kita telah sampai pada pelajaran ke-11, yaitu pembatal-pembatal shalat. Pembatal-pembatal shalat ada 8:
- berbicara dengan sengaja ketika ingat dan tahu bahwasanya itu tidak boleh. Adapun orang yang lupa atau yang tidak tahu maka tidak batal shalatnya karena hal tersebut,
- tertawa,
- makan,
- minum,
- terbukanya aurat,
- melenceng jauh dari arah kiblat,
- bergerak yang tidak perlu yang terus-menerus ketika shalat,
- batalnya kesucian atau batalnya wudhu.
Perkataan beliau Rahimahullah, “Pembatal-pembatal shalat” yaitu perkara-perkara yang apabila hal tersebut ada, maka akan batal shalat seseorang. Dan pembatal-pembatal ini wajib untuk diketahui oleh setiap Muslim agar ia menghindari pembatal-pembatal tersebut dan tidak terjatuh atau melakukan salah satu dari pembatal-pembatal tersebut yang dapat membatalkan shalatnya. Beliau menyebutkan pembatal tersebut ada 8.
1. Berbicara dengan sengaja ketika ingat dan tahu hukumnya
Hal ini berdasarkan hadits Sahabat Zaid bin Arqam ketika turun firman Allah ‘Azza wa Jalla:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّـهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah[2]: 238)
Beliau mengatakan:
كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ { وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ } فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ وَنُهِينَا عَنْ الْكَلَامِ
“Dahulu kami berbicara ketika shalat. Seorang laki-laki berbicara dengan orang di sampingnya ketika dia sedang shalat, sampai turun firman Allah, ‘…berdirilah menghadap kepada Allah dalam keadaan tenang. (Al-Baqarah: 238). Maka kami pun memerintahkan untuk diam dan kami dilarang untuk berbicara ketika shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perkataan beliau, “Ketika ingat” artinya ketika tidak sedang lupa. Juga perkataan beliau, “dan tahu” artinya tidak jahil terhadap hukum berbicara ketika shalat. Maka apabila seseorang berbicara dalam keadaan lupa atau ia berbicara dan tidak tahu bahwasanya tidak boleh seorang berbicara ketika shalat, maka shalatnya tidak batal. Hal ini karena udzur lupa dan udzur tidak tahu.
2 – 3 – 4. Tertawa, makan dan minum
Pembatal kedua, ketiga dan keempat adalah tertawa, makan dan minum. Dan ini menurut kesepakatan para ulama. Jika seseorang tertawa ketika shalat atau makan atau minum, maka shalatnya batal.
5. Terbukanya Aurat
Yang kelima adalah terbukanya aurat. Dan telah kita jelaskan dalam syarat-syarat shalat tentang wajibnya menutup aurat. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka batal shalat seseorang.
6. Melenceng jauh dari arah kiblat
Yang keenam adalah melenceng jauh dari arah kiblat. Karena menghadap kiblat adalah salah satu dari syarat shalat sebagaimana yang telah dijelaskan. Apabila seseorang yang shalat melenceng sedikit dari kiblat, maka tidak mengapa. Namun jika ia melenceng jauh dari arah kiblat, maka batal shalatnya.
7. Banyak bergerak dan terus-menerus
Pembatal shalat yang ke-7 yaitu banyak bergerak dan terus-menerus ketika shalat. Seperti seorang yang bermain-main dengan tangannya atau kakinya atau jenggotnya atau pakaiannya atau selainnya, maka ini membatalkan shalat. Karena hal tersebut berarti seseorang lalai dari shalatnya.
Maka gerakan dia adalah sebab karena dia tidak tenang hatinya. Apabila hatinya khusyu’, tentu anggota badannya juga akan tenang. Karena tuma’ninah adalah salah satu rukun dari rukun-rukun shalat, maka apabila seorang banyak bergerak dan terus-menerus, maka akan batal shalatnya.
Tidak ada jumlah tertentu untuk gerakan tersebut. Orang yang membatasi tiga gerakan, itu tidak ada dalilnya.
8. Batalnya kesucian seseorang
Bersuci adalah salah satu syarat dari syarat-syarat shalat sebagaimana yang telah kita jelaskan. Dalam hadits disebutkan:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Tidak akan diterima shalat kecuali dengan bersuci.” (HR. Ibnu Majah)
Apabila batal kesucian seseorang, batal wudhu seseorang, sedangkan dia sedang shalat, seperti keluar kentut atau air kencing atau sejenisnya, maka shalatnya menjadi batal.
Pelajaran 12 – Syarat-Syarat Wudhu
Syarat-syarat wudhu ada 10:
- Islam,
- berakal,
- tamyiz,
- niat,
- meneruskan niatnya dengan tidak memotong niat tersebut sampai sempurna,
- hilangnya sesuatu yang mewajibkan wudhu,
- beristinja atau beristijmal sebelumnya,
- sucinya air dan air tersebut adalah air yang boleh untuk digunakan bersuci,
- menghilangkan sesuatu yang menghalangi air sampai ke kulit,
- masuknya waktu shalat bagi orang yang hadatsnya terus-menerus,
Telah berlalu tentang penyebutan bahwasanya thaharah atau bersuci ini adalah syarat untuk sahnya shalat. Maka kita harus mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan thaharah dari segi syarat-syaratnya. Juga permasalahan-permasalahan yang lain yang akan disebutkan.
Beliau mendahulukan dengan syarat wudhu dan mengatakan bahwasanya syarat itu ada 10.
1 – 2 – 3. Islam, berakal dan tamyiz.
Syarat-syarat ini telah berlalu penyebutannya dan telah kita jelaskan.
Adapun syarat Islam, karena seorang yang non-muslim apapun amalannya, baik bersuci, shalat, zakat atau selainnya, maka amalannya akan terhapus dan tidak diterima. Karena kekufuran akan membatalkan seluruh amalan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَمَن يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٥﴾
“Dan barangsiapa yang kufur kepada keimanan maka terhapus amalan-amalannya dan di akhirat ia termasuk orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah[5]: 5)
Adapun syarat berakal, karena seorang yang gila diangkat darinya pena. Artinya tidak dicatat amalannya. Sebagaimana telah disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu Sallam:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ
“Diangkat pena dari tiga orang..” dan diantara mereka adalah orang gila. Karena orang yang gila kehilangan akal. Dan syarat beribadah secara umum adalah adanya akal yang dengannya seorang bisa mengetahui dan memahami. Orang yang kehilangan akal tidak mampu untuk melakukan amalan-amalan tersebut dan tidak mampu melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan apa yang seharusnya.
Adapun syarat tamyiz, karena pena atau catatan amal -sebagaimana berlalu dalam hadits- diangkat dari tiga orang. Dan di antara tiga orang tersebut yaitu anak kecil sampai dia berumur mumayyiz. Juga dalam hadits disebutkan:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk menunaikan shalat saat mereka berusia tujuh tahun” (HR. Abu Daud)
Umur 7 tahun adalah umur tamyiz yang seorang anak diperintahkan untuk shalat dan bersuci.
4. Niat
Niat adalah syarat ketika seseorang ingin bersuci, juga ketika shalat. Dan dalam semua ibadah seorang harus berniat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang dia niatkan.”
Baca juga: Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat
Yang dimaksud dengan niat ketika bersuci yaitu seseorang berniat dalam hatinya untuk melakukan amalan-amalan ini karena ingin bersuci. Karena jika seseorang melakukan kewajiban-kewajiban wudhu yaitu membasuh tangannya, mukanya, akan tetapi dia tidak berniat untuk bersuci dan hanya berniat untuk membersihkan anggota-anggota badan tersebut, maka amalan tersebut tidak dikatakan amalan bersuci. Karena diantara syarat bersuci yaitu harus berniat.
5. Meneruskan niatnya dengan tidak memotong niat tersebut sampai sempurna
Terus tidak memotong niat bersuci tersebut sampai bersucinya sempurna. Karena seorang jika memotong memutuskan niat bersucinya ketika dia sedang bersuci, maka tidak sah bersucinya tersebut. Seperti seorang yang merubah niatnya ketika sedang berwudhu dari niat bersuci merubah ke niat sekedar untuk membersihkan anggota badannya.
6. Terputusnya hal yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu
Terputusnya hal yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu yaitu terputusnya sesuatu yang mengharuskan seseorang bersuci. Maka tidak sah seorang bersuci sampai terputus hal tersebut. Seperti keluarnya sesuatu yang keluar dari dua jalan; jalan dari dubur dan qubul atau seseorang memakan daging unta atau selainnya.
Adapun apabila ketika sesuatu yang mengharuskan wudhu itu tersebut masih ada, maka tidak sah wudhunya seorang. Barangsiapa yang berwudhu namun air kencingnya masih terus keluar, maka hadatsnya belum terangkat, atau seseorang yang berwudhu dan ketika dia sedang berwudhu dia juga memakan daging unta, maka wudhunya juga tidak sah. Dikecualikan dari hal ini orang yang memang hadatsnya atau air kencingnya terus-menerus keluar.
7. Beristinja’ atau beristijmar sebelumnya
Ketika ada yang keluar dari dua jalan-jalan; qubul dan dubur, maka disyaratkan untuk bertaharah, beristinja atau beristijmar sebelumnya. Yang dimaksud dengan istinja’ adalah membersihkan tempat keluarnya sesuatu dari dua jalan dengan air. Dan yang dimaksud dengan istijmar yaitu membersihkan dua tempat keluar kotoran dari depan dan belakang dengan batu.
Syarat ini adalah apabila ada yang keluar dari dua jalan tersebut. Bukan seperti yang disangkakan sebagian orang awam bahwasanya ini adalah syarat setiap orang bersuci walaupun dia tidak habis kencing atau buang air besar. Ini tidak tidak benar.
8. Sucinya air yang dipakai berwudhu
Sucinya air yang dipakai berwudhu, juga air tersebut adalah air yang mubah. Apabila airnya air yang najis, maka tidak sah taharah seseorang. Juga apabila air yang digunakan berwudhu air yang dirampas atau yang dicuri dari orang lain atau sejenisnya, maka tidak sah berwudhu dengan air tersebut.
9. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi air sampai ke kulit
Seperti jika dalam tangan atau kaki seorang ada chat atau adonan atau selainnya yang menghalangi sampainya air ke anggota-anggota wudhu. Adapun yang sekadar merubah warna kulit dan tidak menutupinya seperti pacar dan sejenisnya, maka hal tersebut tidak mempengaruhi kesahan wudhu seseorang.
10. Masuknya waktu shalat bagi orang yang hadatsnya terus-menerus
Seperti orang yang mempunyai air kencing yang terus-menerus atau angin yang terus-menerus keluar. Maka apabila telah masuk waktu, ia berwudhu dan shalat walaupun air kencingnya atau buang anginnya terus-menerus keluar, maka hal tersebut tidak membatalkan kesuciannya. Karena dia tidak mampu untuk menahannya.
Akan tetapi diantara syarat bersuci bagi orang demikian yaitu berwudhu setiap waktu shalat ketika telah masuk waktu shalat tersebut. Dan hukumnya seperti hukum wanita yang istihadzah yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya untuk berwudhu setiap shalat sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلاَةٍ ، حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الوَقْتُ
“Kemudian berwudhulah untuk setiap shalat sampai masuk waktu shalat tersebut.”
Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Perkara Yang Membatalkan Shalat dan Syarat-Syarat Wudhu
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47142-perkara-yang-membatalkan-shalat-dan-syarat-syarat-wudhu/